Di dunia kerja yang dinamis ini, pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa menjadi topik yang membingungkan dan kadang-kadang kontroversial. Dalam artikel ini, Anda akan menemukan penjelasan rinci tentang empat jenis PHK yang diakui secara hukum dan sah dalam berbagai situasi kerja. Selain itu, artikel ini juga mengidentifikasi empat jenis PHK yang diperbolehkan dan yang dilarang berdasarkan peraturan dan UU Ketenagakerjaan.
Sebelum membahas jenis-jenis PHK lebih lanjut, apakah sobat Smartwork sudah paham dengan definisi tersebut? Menurut Pasal 1 angka 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013
“Pemutusan hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/ buruh dan pengusaha.”
Jika, berakhirnya suatu hubungan kerja. Maka, para pekerja/buruh sudah tidak ada kewajiban melalukan aktivitas kerjaannya. Begitu pun dengan perusahaan yang telah terlepas dari tanggung jawab memberikan upah.
Mari kita jelajahi pandangan mendalam tentang hal pekerja dan kewajiban perusahaan dalam menghadapi PHK.
Jenis - jenis PHK
Lantas, terdapat apa saja jenis-jenis PHK menurut UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja? Dilansir dari Hukum Online, berikut adalah jenis-jenis PHK sesuai dengan UU No.11 Tahun 2020 :
1. PHK Bersifat Demi Hukum

Yang pertama bersifat demi hukum, seperti :
- Kondisi ini terjadi lantaran :
- Karyawan meninggal dunia
- Karyawan sudah pensiun
- Terjadi penolakan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas permohonan perusahaan untuk tidak melanjutkan hubungan kerja dengan karyawannya.
2. PHK Sepihak
Seperti namanya, PHK sepihak ini terjadi pada kondisi hubungan kerja secara sengaja diberhentikan oleh satu pihak. Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja dengan alasan-alasan tertentu, seperti kinerja buruk, pelanggaran kebijakan perusahaan atau pengurangan tenaga kerja yang diperlukan untuk alasan ekonomi.
Contohnya seperti, tidak masuk kerja seminggu tanpa alasan yang jelas. Maka, perusahaan dapat melakukan PHK secara sepihak.
Perlu kamu ketahui juga, Menurut Juanda UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya memberikan peluang besar bagi perusahaan untuk melakukan PHK sepihak. Dalam, UU tersebut menjelaskan bahwa pengusaha hanya perlu menyampaikan alasan PHK itu kepada pekerja/buruh. Berbeda dengan UU sebelumnya, yang mengharuskan adanya penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial sebelum melakukan PHK.
3. PHK karena Kondisi Tertentu
PHK karena kondisi tertentu misalnya pekerja/buruh mengalami sakit yang berkepanjangan atau disisi lain perusahaan mengalami kerugian. Tindakan mengakhiri hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja/buruh. Dimana hal ini dilakukan sebagai respons terhadap situasi atau kondisi tertentu yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pekerja/buruh tersebut.
Menurut laman Hukum Online, untuk pemecatan karyawan secara mendesak atau pelanggaran berat, maka tidak berhak atas pesangon dan penghargaan masa kerja, namun hanya mendapatkan uang penggantian hak dan pisah. Hal ini di jelaskan dalam Pasal 52 ayat (2) PP No. 35 Tahun 2021.
4. PHK karena Melanggar Perjanjian
PHK karena melanggar perjanjian ini merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati dalam suatu perjanjian atau kontrak. Misalnya, karyawan mlakukan pelanggaran setelah diterbitkan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga.
Perlu kita ketahui, bahwa Juanda mengingatkan perubahan UU ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja mengatur surat peringatan harus diterbitkan secara bertahap dari urutan pertama sampai ketiga, tidak boleh langsung menerbitkan surat peringatan ketiga. Atau PHK karena melanggar surat peringatan pertama dan terakhir (SPPT) karena karyawan melakukan pelanggaran berat atau mendesak tanpa pesangon.
“Melalui SPPT nisa dilakukan PHK untuk pelanggaran bersifat berat ataumendesak. Dalam Pasal 52 ayat (2) PP No.35 Tahun 2021 hal ini disebutkan pelanggaran yang bersifat mendesak.” jelas Juanda pada sikusi yang diselenggarakan Hukum Online secara daring yang bertema “Tata cara Melakukan PHK dan Penyelesaian Hubungan Industrial.”
“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama maka pekerja berhak atas :
- Uang penggantian hak, sesuai dengan Pasal 40 ayat (4); dan
- Uang pisah, yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerjasama.”
Hal ni disebutkan pelanggaran yang bersifat mendesak.” jelas Juanda pada sikusi yang diselenggarakan Hukum Online secara daring yang bertema “Tata cara Melakukan PHK dan Penyelesaian Hubungan Industrial.”
Dampak melanggar perjanjian dapat beragam, termasuk sanksi hukum, denda atau tuntutan ganti rugi. Penting bagi kita untuk mematuhi perjanjian yang telah disepakati untuk menjaga integritas dan hubungan bisnis atau pribadi yang baik.
Selanjutnya, kita akan membahas PHK apa saja yang dilarang. Perlu diketahui dalam Perpu Cipta Kerja Pasal 153 ayat (1) menjelaskan Pengusaha Dilarang melakukan PHK dengan beberapa alasan sebagai berikut :
PHK yang Dilarang Menurut UU Perpu Cipta Kerja
1. Tidak Masuk Kerja Karena Sakit atau Mengalami Kecacatan
Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit sesuai keterangan dokter, selama tidak melampaui 12 bulan secara berturut-turut. Pengusaha juga dilarang mem-PHK karyawan yang sakit karena kecelakaan kerja yang menurut surat keterangan dokter dengan jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Selama masa cuti sakit, pekerja tetap memiliki hak untuk mempertahankan pekerjaannya dan menerima gaji atau tunjangan kesehatan yang sesuai.
Dan dalam beberapa kasus, pengusaha dapat diwajibkan memberi kesempatan kepada pekerja yang sakit untuk pulih dan kembali bekerja jika memungkinkan.
2. Menikah atau Hamil
Karyawan yang menikah tidak boleh diberhentikan atau memutus hubungan kerja terhadap karyawan tersebut hanya karena mereka menikah. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam Perpu Cipta Kerja Pasal 153 ayat (1)D.
Dan juga karyawan yang sedang hamil. tidak boleh diberhentikan hanya dikarenakan mereka dalam kondisi hamil. Hal ini juga telah dijelaskan pada Pasal 153 ayat (1)E, Perpu Cipta Kerja.
3. Perbedaan Agama, Suku, Paham maupun Politik
Perbedaan agama, suku, paham ataupun politik ini dilarang bagi perusahaan untuk menjadikan alasan Pemutusan Hubungan Kerja kepada pekerja.
Hal lainnya yang juga dilarang sebagai alasan untuk melakukan PHK adalah perbedaan warna kulit, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
4. Mengadukan Pengusahan ke Polisi karena Tindakan Pidana
Seorang karyawan yang melaporkan pengusaha kepada polisi karena melakukan tindakan pidana, hal tersebut dilarang bagi Pengusaha atau Perusahaan untuk dijadikan alasan Pemecatan/PHK terhadap karyawan tersebut.
Di kutip dari Pasal 153 Perpu Cipta Kerja “Pengusaha dilarang melakukan Pemecatan/PHK kepada perkerja dengan alasan mengadukan Pengusaha kepolisi atas tindakan pidana kejahatan.”
Penting untuk diingat bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan dapat bervariasi antar negara berdasarkan peraturan-peraturan khusus yang berlaku di suatu tempat tertentu. Nah, gimana sobat Smartwork sudah paham kan apa saja PHK yang diperbolehkan dan yang dilarang?
Dengan menggunakan Aplikasi Smartwork dapat membantu Anda memberi pelatihan dan pengembangan keterampilan kepada pekerja agar mereka dapat meningkatkan kompetensinya. Dan dapat mempermudah para karyawan dalam absensi,cuti, lembur dan lain-lainnya …
Pastikan Anda mendapatkan berita menarik lainnya Klik Disini …