Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015, Pajak Penghasilan Pasal 21(PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri.
Metode Perhitungan Gaji Karyawan
Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut:
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya.
Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
- Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Misalnya, Budi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya:
- Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
- Tarif PPh: 15%
- PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
- Gaji bersih (take home pay): Rp 9.175.000
- Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya, Budi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka:
- Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
- Tarif PPh: 15%
- Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
- Total gaji bruto: 10.825.000
- Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
- Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
- Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Misalnya, Budi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan sejumlah Rp 10.000.000, maka:
- Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
- Total gaji bruto: Rp 10.000.000
- Tarif PPh 21: 15%
- Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
- Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
- Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
Baca juga: 8 Tips Agar HRD Siap Menerima Anda
Contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan yang tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Gita menerima gaji Rp 7.000.000 per bulan. Perusahaan nya mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 70.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Gita membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada bulan Mei 2020, di samping menerima pembayaran gaji, Gita juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji Pokok 7.000.000
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000
(ii) JKK 0,24% 16.800
JK 0,3% 21.000
Penghasilan Bruto 9.037.800
Pengurangan:
- (iii) Biaya jabatan 5% x 9.037.800 451.890
- Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 140.000
- (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 70.000 (661.890)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 8.375.910
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910
100.510.920
(vi) PTKP (54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 46.510.920
(vii) Pembulatan ke bawah 46.510.000
PPh Terutang 5% x 46.510.920 2.325.500
PPh Pasal 21 Bulan Mei = 2.325.500/12 193.792
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Mei menjadi Rp 193.792 x 120% = Rp 232.550
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Contoh :
Budi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di sebuah perusahaan dengan penghasilan Rp 8.000.000.
Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:
5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 200.000.
Bila Budi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 240.000.
Penjelasan:
Karena Budi bukan pegawai tetap di sebuah perusahaan maka PKP yang dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.
Itulah beberapa penjelasan mengenai tarif PPh Pasal 21. Sebagai seorang pengusaha, Anda harus mengetahui berapa pajak yang harus dibayarkan karyawan dan menghitung berapa pajak yang harus dikeluarkan perusahaan.
Untuk memudahkan dalam penghitungan pajak, Aplikasi Smartwork dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membantu mengelola laporan pajak perusahaan Anda dengan mudah.
Temukan info lebih lanjut mengenai Smartwork dan daftarkan bisnis Anda sekarang juga untuk nikmati free trial hingga 30 hari.
Sumber :
https://pajaknesia.id/jasa-konsultan-pajak-cara-hitung-pph-21/
https://catapa.com/blog/apa-itu-pph-21-dan-siapa-saja-yang-wajib-membayarnya